You Are Here: Home» Info » Habitatnya Terancam, Orang Utan Masuk Kebun Prihatin Sindrom Masyarakat terhadap Orang Utan

TERANCAM: Habitat orang utan yang kian terancam. Karena tempat tinggal mereka kian tergusur, tidak jarang primata ini memasuki kawasan perkebunan milik warga. INTERNET

PONTIANAK – Manajer Program Pervasi Kalbar Herman S Simanjuntak mengatakan pada tanggal, 20 November 2010 lalu warga Peniraman, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak, heboh. Ketika itu dua ekor orang utan masuk ke dalam perkebunan kelapa milik warga. Menurutnya, kala itu tindakan yang dilakukan warga adalah memukuli primata yang terdiri dari induk dan anak tersebut ke dalam parit.

Hal tersebut ternyata dilakukan masyarakat karena ketakutan mereka jika orang utan tersebut mengamuk atau mengganggu masyarakat. Setelah tiga hari, induk orang utan tersebut mati. Kata Herman, berdasarkan hasil otopsi rekan-rekan NGO dan Badan konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Markas Manggala Agni Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, kematian induk orang utan tersebut dikarenakan didalam paru-parunya terdapat banyak sekali air. ”Perlakuan warga terhadap orang utan, yang menyebabkan induk orang utan mati, seharusnya tidak terjadi, jika saja Dinas Kehutanan atau intansi terkait seperti hal ini BKSDA, dapat melakukan kampanye untuk memberitahukan kepada masyarakat bagimana seharusnya tindakan masyarakat ketika bertemu orang utan atau hewan lainnya yang dilindungi maupun tidak dilindungi,” jelasnya.

Dia berharap masyarakat luas dapat belajar dari masyarakat Kabupaten Ketapang, yang kebunnya sering dikunjungi orang utan. Di kabupaten tersebut, menurut Herman, masyarakatnya sudah memahami apa yang harus dilakukan ketika bertemu dengan satwa-satwa di kebun mereka. Herman sendiri mengatakan bahwa masuknya satwa tersebut ke kebun atau pemukiman masyarakat adalah bukti nyata dari rusaknya hutan akibat penebangan hutan, serta konversi lahan hutan menjadi kebun dan pemukiman. Pasalnya hutan adalah tempat dimana satwa-satwa mencari makan, berkembang biak, dan tinggal.

Herman mengingatkan bahwa menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan, kerusakan hutan Kalimantan 1,08 juta hektare pertahun. Kerusakan hutan inilah yang menyebabkan kondisi hutan Indonesia kritis. ”Dari 130 juta, hanya 43 juta yang masuk dalam kategori hutan perawan. Hutan produksi yang dulu dikelola oleh HPH kini juga tersisa lebih kurang 48 juta dalam keadaan yang juga kritis, kemudian 40 juta kawasan hutan lainnya menghilang,” paparnya.

Sedangkan Walhi Kalbar mencatat pada 2005 hingga 2009, laju kerusakan hutan di Kalbar mencapai 165 ribu hektare pertahun. Hal itu setara dengan 23 kali luas lapangan sepak bola perjam, akibat konversi lahan menjadi kebun sawit, pembalakan liar, dan pembukaan HTI. Herman memaparkan upaya perlindungan dan penyelamatan hutan dalam hal ini orang utan akan semakin efektif, jika ada komunikasi yang baik antar kelompok dan kolaborasi. Selain itu, ia menambahkan, perlu integrasi dengan tujuan pendekatan hukum yang lebih baik, dan dukungan kebijakan dari pemerintah pusat dan daerah juga tercapai, serta suppot dari prevent sektor.

“Yang perlu dilakukan hanyalah upaya perlindungan habitat (hutan), tetapi tidak menutup peluang masyarakat sekitar untuk tetap memanfaatkan sumber daya alam di wilayah tersebut,” tutur dia. Dengan begitu, lanjut dia, juga akan mendorong perubahan kebijakan supaya ada kebijakan yang lebih kuat serta memungsikan peran para stakeolder sesuai tugas, peran, dan fungsinya. ”Melindungi orang utan berarti juga melindungi habitatnya, termasuk yang ada di luar kawasan konservasi, sehingga semua pihak termasuk masyarakat yang berada di kota memiliki tanggung jawab melindungi orang utan,” tandasnya.



Sumber : http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=43502

Tags: Info

0 komentar

Leave a Reply