OLEH PHILIPUS NAHAYA
Mencari hakekat kebenaran mungkin
sering kita ucapkan, tapi susah dilaksanakan. Makhluk apa itu kebenaran juga
kita kadang masih nggak ngerti. Yang pasti bahwa “benar” itu pasti “tidak
salah” .
Pertanyaan-pertanyaan kritis kita di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki
empat, mengapa burung bisa terbang, dsb kadang tidak terjawab secara baik oleh
orang tua kita. Sehingga akhirnya sering sesuatu kita anggap
sebagai yang memang sudah demikian wajarnya (taken for granted). Banyak para
ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang kebenaran termasuk bagaimana
membuktikannya. Saya mencoba ulas masalah hakekat kebenaran ini dari tiga sudut
pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat.
Harus kita pahami lebih dahulu bahwa
meskipun kebenaran ilmiah sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan
parameter yang jelas, bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filasat
selalu salah. Malah bisa saja kebenaran non-ilmiah dan kebenaran
filsafat terbukti lebih “benar” daripada kebenaran ilmiah yang disusun
dengan logika, penelitian dan analisa ilmu yang matang. Contoh menarik
adalah kasus patung Kouros yang telah diteliti dan dibuktikan keasliannya oleh
puluhan pakar selama lebih dari 1,5 tahun di tahun 1983, bahkan juga
dianalisa dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop elektron, mass
spectrometry, x-ray diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George
Despinis, Angelos Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai ahli
geologi dan mengatakan bahwa patung tersebut palsu (terlalu fresh, seolah tidak
pernah terkubur, kelihatan janggal). Akhirnya patung itu dibeli dengan harga
tinggi oleh museum J. Paul Getty di California dengan asumsi kebenaran ilmiah
lebih bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan kemudian membuktikan bahwa semua
dokumen tentang surat tersebut palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel
tempa di Roma tahun 1980. Cerita ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul
Blink karya Malcolm Gladwell.
KEBENARAN
ILMIAH
Kebenaran
yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran
logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan
pragmatis, koresponden, koheren.
- Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap
benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional
dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah
perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis,
artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi
dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
- Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap
benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan
atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode
yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung
yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik
elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi
Fakultas Teknik Undip ada di Tembalang.
- Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap
benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika deduktif,
artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal
umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa Undip harus mengikuti
kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip, jadi harus mengikuti kegiatan
Ospek.
KEBENARAN
NON-ILMIAH
Berbeda
dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada
juga kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah:
- Kebenaran Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat dari
kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena
kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan.
Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran
ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers.
- Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat
adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara
praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk
pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi
kemudian membuktikan hal itu tidak benar.Â
- Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi
dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca
indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
- Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari
proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir.
Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering
dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu
bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros dan museum Getty diatas.
- Kebenaran Karena Trial dan
Error:
Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode,
teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu.
Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
- Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya
pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan
penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada
trial-error.
- Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima
karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar
atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu.
Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu
diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur
ilmiah.
KEBENARAN
FILSAFAT
Kebenaran
yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya
dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat
ini memiliki proses penemuan dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam
beberapa kelompok (madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya ) mungkin
terminologi yang digunakan cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis
alias menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan
naturalisme sekaligus.
- Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada
di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak
terpengaruh oleh seseorang.
- Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami
memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut
kodratnya sendiri.
- Positivisme: Menolak segala sesuatu yang
di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra.
Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki
keseimbangan logika.
- Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah
materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam
dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran
komunisme.
- Idealisme: Idealisme menjelaskan semua
obyek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran.
- Pragmatisme: Hidup manusia adalah
perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis.
Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat
dengan makna dan kebenaran.
REFERENSI
- Moh. Nazir, Metode Penelitian,
Ghalia Indonesia, Agustus 2003.
- Sulistyo-Basuki, Metode
Penelitian, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, April
2006.
- Logika, http://id.wikipedia.org/wiki/Logika
- Penalaran, http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
0 komentar