TUGAS
FILSAFAT ILMU DAN ETIKA
ILMU
TEORI KEBENARAN
OLEH:
PHILIPUS NAHAYA
NIM: 222090049
TEORI KEBENARAN
(THEORY OF TRUTH)
Pengantar
"Gnothi Seauthon..............!" demikianlah
Sokrates, seorang filsuf besar Yunani, telah berbicara pada abad-abad sebelum
masehi. Kenalilah dirimu sendiri, demikianlah kurang lebih pesan yang ingin ia
sampaikan.
Manusia adalah mahluk
berfikir yang dengan itu menjadikan dirinya ada. Prof. Dr. R.F Beerling, seorang
sarjana Belanda mengemukakan teorinya tentang manusia bahwa manusia itu adalah
mahluk yang suka bertanya. Dengan berfikir, dengan bertanya, manusia
menjelajahi pengembaraannya, mulai dari dirinya sendiri kemudian lingkungannya
bahkan kemudian sampai pada hal-hal lain yang menyangkut asal mula atau mungkin
akhir dari semua yang dilihatnya. Kesemuanya itu telah menempatkan manusia
sebagai mahluk yang sedikit berbeda dengan hewan. Sebagaimana Aristoteles, filsuf
yunani yang lain, mengemukakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat,
yang mengeluarkan pendapat, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya (the
animal that reason). W.E Hacking, dalam bukunya What is Man, menulis bahwa: "tiada cara
penyampaian yang meyakinkan mengenai apa yang difikirkan oleh hewan-hewan,
namun agaknya aman untuk mengatakan bahwa manusia jauh lebih berfikir dari
hewan manapun. Ia menyelenggarakan buku harian, memakai cermin, menulis
sejarah......."
William P. Tolley, dalam bukunya Preface To
Philosophy A Tex Book, mengemukakan bahwa "our question are endless,......what is a
man, what is a nature, what is a justice, what is a god ? Berbeda dengan
hewan, manusia sangat concern mengenai asal mulanya, akhirnya, maksud dan
tujuannya, makna dan hakikat kenyataan. ....Mungkin saja ia adalah anggota
marga satwa, namun ia juga adalah warga dunia idea dan nilai ...."
Dengan menempatkan manusia sebagai
hewan yang berfikir, berintelektual dan berbudaya, maka dapat disadari kemudian
bila pada kenyataannya manusialah yang memiliki kemampuan untuk menelusuri
keadaan dirinya dan lingkungannya. Manusialah yang membiarkan fikirannya
mengembara dan akhirnya bertanya. Berfikir adalah bertanya, bertanya adalah
mencari jawaban, mencari jawaban adalah mencari kebenaran; mencari jawaban
tentang alam dan Tuhan adalah mencari kebenaran tentang alam dan Tuhan. Dari
proses tersebut lahirlah pengetahuan, teknologi, kepercayaan (atau mungkin
agama ??)
Lalu apakah
kebenaran itu ? atau apakah atau keadaan yang bagaimanakah yang dapat disebut
benar ? Kebenaran acapkali diperdebatkan, namun makna sebenarnya
acapkali ditinggal. “Jika anak kecil
digigit anjing maka yang benar anak tersebut harus berganti menggigit anjing”,
apakah ini juga suatu kebenaran ??
TEORI KEBENARAN
TEORI
KORESPONDENSI TENTANG KEBENARAN
Teori yang
pertama ialah teori korespondensi [Correspondence Theory of Truth], yang
kadang kala disebut The accordance Theory of Truth.
"Kebenaran/keadaan
benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah pendapat
dengan apa yang sungguh merupakan halnya/faktanya"
Menurut teori
ini dinyatakan bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence]
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh
terjadi merupakan kenyataan atau faktanya.
Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar
itu dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau
kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya
terdapat kesesuaian (korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan
memenuhi standar kebenaran/keadaan benar.
Sebagai contoh
dapat dikemukakan : " Semarang adalah
Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah sekarang"
ini adalah sebuah pernyataan; dan apabila kenyataannya memang Semarang adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah,
pernyataan itu benar, maka pernyataan itu adalah suatu kebenaran.
Rumusan
teori korespondensi tentang kebenaran itu bermula dari ARIESTOTELES, (384-322 S.M.) dan disebut teori penggambaran yang definisinya berbunyi
sebagai berikut :
“VERITAS EST ADAEQUATIO INTELCTUS ET RHEI”
[kebenaran
adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan].
Teori ini selanjutnya
dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab
realisme dan materialisme.
Kritik: Apabila sudah
diketahui kenyataan mengapa perlu dibuat perbandingan, padahal kebenaran sedang
dimiliki?
TEORI KONSISTENSI/KOHERENSI
TENTANG KEBENARAN
Teori
yang kedua adalah Teori Konsistensi. The Consistence Theory Of
Truth, yang sering disebut dengan The coherence Theory Of Truth
Menurut
teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement)
dengan sesuatu yang lalu, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri..
Berdasarkan
teori ini, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan
putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan diakui benarnya terlebih
dahulu. Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu
coherent [saling berhubungan] dengan proposisi yang benar, atau jika arti yang
terkandung oleh proposisi tersebut koheren dengan pengalaman kita.
Contohnya:
Bungkarno, adalah ayahanda Megawati Sukarno
Puteri, adalah pernyataan yang kita ketahui, kita terima, dan kita
anggap benar. Jika terdapat penyataan yang koheren dengan pernyataan tersebut
diatas, maka pernyataan ini dapat dinyatakan Benar. Kerena koheren dengan
pernyataan yang dahulu: Misalnya.
-
Bungkarno memiliki anak bernama Megawati Sukarno Putri
- Anak-anak
Bungkarno ada yang bernama Megawati Sukarno Putri
- Megawati
Sukarno Putri adalah keturunan Bungkarno
Teori ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato
(427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh
Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924). Kritik terhadap teori ini adalah “tidak
mungkinkah terdapat kumpulan proposisi yang koheren yang semuanya salah”?.
TEORI
PRAGMATISME TENTANG KEBENARAN
Teori
ketiga adalah teori pragmatisme tentang kebenaran, the pragmatic [pramatist]
theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang
dikerjakan, yang dapat dilaksanakan, dilakukan, tindakan atau perbuatan. Falsafah ini dikembangan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut
filsafat ini dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau sebuah teori
semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika
mendatangkan manfaat.
Dinyatakan
sebuah kebenaran jika memilki “hasil
yang memuaskan [satisfactory result], bila :
Sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan
dan tujuan manusia
Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar
dengan eksperimen
Sesuatu yang benar jika
mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.
Kritik: betapa kabur
dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
TANGGAPAN
Sulit
untuk mengatakan apakah ketiga teori tentang kebenaran tersebut diatas adalah
bertentangan atau saling melengkapi. Namun yang pasti, seharusnya kebenaran
tidaklah menjadi klaim salah satu golongan saja. Sebagaimana Harold H.
Titus mengatakan "The way of knowledge may be many
rather then one ". Proses berfikir tidak boleh berhenti pada satu
hal yang kelihatannya sudah pantas untuk diyakini, karena ketika keyakinan akan
suatu obyek mulai tumbuh, maka seiring dengan itu proses berfikir tentang obyek
tersebutpun akan berhenti. Keyakinan adalah penjara kebebasan berfikir, dan
tulisan inipun dibuat agar pembaca terus berfikir.
Marxis, dalam sebuah
penjelasannya mengungkapkan "apabila sensasi kita, persepsi kita, konsep
dan teori kita bersesuaian dengan realitas obyektif, apabila itu semua
mencerminkannya dengan cermat, maka kita katakan semua itu benar; pernyataan,
putusan dan teori yang benar kita sebut kebenaran".
KESIMPULAN
Pendapat siapa yang benar? Pernyataan siapa yang benar?
Misal, definisi terorisme dan penerapnnya sangat sarat muatan politis. Kamus
dan Ensiklopedi berbahasa Inggris sebagai produk pabrik ilmu pengetahuan Barat
dapat dengan mudah mendikte pemikiran para pembaca yang tidak kritis untuk
mengambil kesimpulan bahwa serangan militer Israel terhadap rakyat Palestina,
misalnya, tidak dapat dikategorikan ke dalam teroris. Definisi itu baru dapat
operasional jika didukung oleh kekuasaan. Siapa yang mempunyai pengetahuan akan
memegang kekuasaan, siapa yang berkuasa dapat memproduk pengetahuan.
“Pengetahuan adalah kekuasaan”, ujar Francis Bacon, bapak ilmu pengetahuan
modern.
Harus
ada kesamaan dalam menilai kebenaran suatu pemikiran. Kriteria kebenaran yang
harus disepakati adalah; sebelum
melangkah lebih jauh kita artikan dulu apa itu kebenaran. Kebenaran dalah
kesesuaian objek dengan realita atau kesesuaian objek dengan pengetahuan parameter kebenaran
1. Kebenaran
bersifat universal
Kebenaran
suatu pemikiran harus bernilai universal, artinya berlaku untuk kapanpun dan
dimanapun. Jika tidak demikian maka peserta diskusi yang tempat dan waktu
mendapatkan pengetahuan baru tersebut berbeda tidak dapat menerima kebenaran
tersebut.
2. Kebenaran
bersifat mutlak
Tanpa
pandangan tersebut, maka diskusi akan sis-sia. Apapun pengetahuan baru yang ada
dalam sebuah diskusi tidak dapat diterima sebagai kebenaran. Sehingga semua
perkataan yang dikemukakan dalam sebuah diskusi tidak berbeda dengan
kebohongan, ketidakwarasan dan omong kosong.
3. Kebenaran
bersifat manusiawi
Artinya
bahwa pengetahuan yang disampaikan secara alamiah dapat diterima atau
dimengerti oleh manusia. Tak perlu ada rekayasa seperti melalui bujukan,
paksaan atau paksaan. Jika ada rekayasa seperti itu maka perlu dipertanyakan
kebenarannya. Kebenaran akan diterima jika hal itu memang sebuah kebenaran,
diakui secara lisan atau tidak.
4. Kebenaran
bersifat argumentatif
Dalam
sebuah diskusi, pembuktian terhadap kebenaran sebuah pendapat atau pengetahuan
baru harus dimiliki. Argumentasi digunakan untuk menjelaskan proses mendapatkan
pengetahuan baru tersebut sehingga orang lain dapat menilai kebenarannya dari
proses tersebut.
Argumentasi adalah
proses bergeraknya suatu pengetahuan yang menjadi patokan menuju pengetahuan
baru (kesimpulan). Dalam menilai kebenaran dan keabsahan argumentasi, ada dua
hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah kebenaran dari isi pengetahuan yang
menjadi pijakan. Kedua adalah keabsahan penyusunan pengetahuan-pengetahuan
pijakan menjadi suatu kesimpulan (proses pengambilan kesimpulan).
5. Kebenaran
bersifat ilmiah
Ini
dimaksudkan agar kebenaran suatu pengetahuan dapat dibuktikan oleh orang lain
bahwa pengetahuan tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada. Kebenaran yang
tidak dapat dibuktikan oleh orang lain tidak dapat didiskusikan. Artinya bahwa
kebenaran tersebut tidak dapat dihukumi untuk orang lain
SUMBER RUJUKAN
2. www.zfikri.wordpress.com/2007/09/02/teori-kebenaran/
0 komentar